Jumat, 12 Desember 2008

Influenza ,Taukah Anda?

INFLUENZA

RINA NOVRIANA 06121008

Walaupun influenza mempunyai ciri yang meragukan, tetapi pada 1 epidemi, telah menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang terbesar sepanjang waktu, dan peranannya di dalam infeksi anak-anak kerapkali diberi perhatian yang lebih sedikit, dibanding perhatian terhadap infeksi virus pernapasan lainnya. Sikap berpuas diri dalam kaitannya dengan penyakit influenza oleh bermacam virus, benar-benar merugikan karena morbiditas dan mortalitasnya pada anak-anak cukup berarti dan spectrum penyakit ini dengan mudah memperlihatkan penampilan yang berlainan.

Virus-virus Influenza. Virus-virus influenza adalah virus-virus RNA yang relative berukuran besar, diklasifikasikan sebagai ortomiksovirus. Terdapat 3 tipe serologis luas (A, B dan C), yang dapat ditentukan oleh sifat fiksasi komplemen oleh komponen ribonukleoprotein (antigen S) virus tersebut. Permukaan luar (glikoprotein) virus influenza mengandung tonjolan-tonjolan seperti paku, yang bertanggung jawab atas sifat antigenic yang dimiliki, yang menentukan sub tipe masing-masing. Pada virus influenza A dan B tonjolan-tonjolan seperti paku itu mengandung hemaglutin-hemaglutinin dan neuraminidase spesifik. Antigen neuraminidase tersebut tidak didapatkan pada strain virus tipe C. Pada mulanya virus-virus tipe A diklasifikasikan pada tahun 1993 atas dasar perbedaan yang terdapat di dalam hemaglutinin masing-masing. Pada tahun 1972 sebuah sistem nomenklatur yang diperbaharui dan diperbaiki mulai dipergunakan, yang secara lebih sempurna dan lengkap memperkenalkan strain virus influenza tipe A berdasarkan pengkajian serologis atas antigen hemaglutinin dan neuraminidase. Sistem ini mencakup penggambaran ribonukleoprotein (A, B dan C); hospes jika diisolasi dari binatang (kuda, burung, babi); asal-usul geografis, nomor strain, tahun isolasi dan untuk strain virus influenza A, suatu petunjuk mengenai gambaran subtipe-subtipe hemaglutinin dan neuraminidase. Berdasarkan klasifikasi ini maka subtype hemaglutinin-neuraminidase dihubungkan dengan penyakit pada manusia: Hsw1N1, H0N1, H1N1, H2N2, H3N2. Disamping itu berbagai kombinasi 9 hemaglutinin dan 7 neuraminidase berhasil dicatat pada infeksi binatang. Pada tahun 1980, sistem klasifikasi hemaglutinin-neuraminidase tersebut diperbaharui dan diperbaiki kembali, katrena subtype-subtipe Hsw1, H0 dan H1 berhubungan cukup dekat, sehingga dapat dikelompokkan bersama. Nomenklatur yang baru tersebut mencatat 12 hemaglutinin (H1 hingga H12) dan 9 neuraminidase (N1 hingga N9), tanpa disertai petunjuk tentang sumber hewani. Walaupun variasi antigen terjadi diantara virus-virus influenza B, tetapi subklasifikasi resmi, dan antigen-antigen neuraminidase sebagai landasannya, masih belum dilakukan. Virus-virus influenza tipe A tunduk kepada 2 jenis perubahan; perubahan-perubahan antigenic yang kecil, yang sering terjadi dinamakan “aliran” antigenik; perubahan antigenic yang besar, yang jarang terjadi diacu sebagai “pergeseran’ antigenic. Pergeseran yang paling baru yang dipertahankan terus, dialami oleh virus influenza tipe A pada tahun 1968, ketika A/Hong Kong/68 (H3N2) muncul. Sejak tahun1968, beberapa aliran dalam cirri-ciri antigenic virus tersebut mulai berhasil diamati (A/England/72, A/Port Chalmes/74, A/Victoria/75, A/Texas/77 dan A/Bangkok/79). Pengkajian-pengkajian yang dijalankan selama tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an memberikan petunji\uk bahwa perubahan besar (pergeseran) yang dialami oleh virus influenza tipe A, yang menyebabkan penyakit pada manusia bersifat siklis; jika terjadi suatu pergeseran, maka subtype virus sebelumnya akan menghilang dari peredaran. Bukti serologis yang diberikan petunjuk virus H3N2 yang serupa dengan banyak virus saat ini, sebelumnya terdapat dalam peredaran dari tahun 1902-1917. Virus-virus yang tergolong dalam H2N2 banyak terdapat dari tahun 1890-1901 dan dari tahun 1957-1968. Jika kekambuhan siklis ini akan tetap terus berlangsung, maka pergeseran antigenic berikutnya akan mengakibatkan peredaran subtype virus H1N1, yang mirip dengan yang didapatkan beredar dari tahun 1918-1956.

Pada akhir musim gugur tahun 1977 pergeseran subtype virus influenza A yang diharapkan itu, nampaknya benar-benar muncul. Pada awal tahun 1978 sejumlah epidemic influenza, oleh sebuah serotype virus H1N1 (A/USSR/77) timbul pada banyak daerah di seluruh dunia. Tetapi, berbeda dengan ramalan yang dilakukan atas dasar pengalaman di masa lalu, ternyata virus-virus influenza serotype H3N2 tidak pernah menghilang dari peredaran, tetapi tetap terus menyebabkan penyakit yang bersifat epidemic. Sejak tahun 1977, baik virus serotype H1n1, maupun virus serotype H3n2 tetap bertahan didalam peredaran manusia serta menyebabkan penyakit yang bersifat epidemic.

Aliran antigenic terjadi akibat dari mutasi titik. Tekanan selektif pada populasi yang kebal akan mengakibatkan munculnya strain mutan virus dengan penentu-penetu antigenic yang telah mengalami perubahan; aliran demikian ini, memungkinkan dicapainya keuntungan pertumbuhan dalam kehadiran antibody. Cukup banyak bukti memberikan petunjuk bahwa pergeseran antigenic dapat timbul akibat kombinasi ulang di antara virus influenza manusia dengan virus influenza binatang, yang timbul selama berlangsungnya kesempatan infeksi bersama.

Epidemiologi. Penyakit pandemic influenza A, yang timbul akibat dari pergeseran antigenic, terjadi setiap 10-40 tahun sekali. Sekali pandemic, yang berhubungan dengan sebuah sub tipe virus influenza A terjadi, maka sejumlah epidemic, yang umumnya berintensitas lebih rendah, terjadi setiap 2-3 tahun sekali, berhubungan dengan pergeseran antigenic. Cetusan-cetusan besar virus influenza B lebih bervariasi, tetapi memperlihatkan kecenderungan untuk muncul dengan interval 4-7 tahun sekali. Pengkajian antibody telah berhasil mengungkapkan bahwa semua anak pernah mengalami penyakit influenza C, sebelum mencapai usia 10 tahun. Akan tetapi, pola-pola epidemiologic yang diperlihatkan oleh virus ini belum berhasil ditentukan. Pada daerah pedesaan yang besar, dapat dikatakan bahwa umumnya setiap tahun terdapat sejumlah kegiatan virus influenza.

Virus-virus influenza tidak mempunyai batasan geografis. Pada daerah-daerah beriklim sedang, serangan epidemic biasanya timbul pada saaat terdapat udara yang lebih dingin; sedangkan di daerah-daerah tropis, penyakit epidemic biasanya muncul selama berlangsungnya musim hujan.

Menyusul pemunculan suatu subtype virus influenza A baru, maka insiden penyakit yang paling tinggi terjadi pada anak-anak berusia 5-14 tahun; yang memperlihatkan angka serangan mendekati 50%. Pada cetusan-cetusan berikutnya, yang ditimbulkan oleh varian-varian (pergeseran-pergeseran) subtype yang sama, maka angka serangan pada anak-anak berusia sama akan menurun hingga sebesar 15%. Pada cetusan-cetusan influenza B, maka bahwa angka serangan tersebut umumnya lebih tinggi pada anak-anak daripada orang dewasa.

Sekresi pernapasan anak-anak yang terkena infeksi akan mengandung virus dalam jumlah besar dan infeksi secara langsung akan dipindahkan dari orang yang satu ke orang lain melalui udara. Pengeluaran virus dan kemungkinan pemindahannya berhubungan langsung dengan beratnya penyakit tersebut.

Patologi. Data mengenai penyakit influenza tanpa komplikasi pada anak-anak masih terbatas. Tempat utama keterlibatan seluler adalah mukosa saluran napas. Tempat-tempat tersebut memperlihatkan penghancuran epitel bersilia yang luas. Penyakit influenza tanpa komplikasi oleh infeksi sekunder bacteria menunjukka deskuamasi yang menimpa epitel trakea, yang mulai sejak awal pertama setelah awitan gejala penyakit tersebut. Infiltrasi seluler oleh limfosit, histiosit, sel-sel plasma, eosinofil dan lekosit polimorfonuklear terjadi pada penderita, tetapi dengan derajat lebih rendah dari yang dapat diharapkan atas dasar nekrosis selularis yang luas. Perbaikan epitel dimulai antara hari ke 3-5, seperti yang diperlihatkan dengan proses mitosis di dalam sel-sel basalis yang selamat. Suatu respons bersifat psedometaplastik oleh epitel yang tidak mengalami diferensiasi hingga setebal 8 lapis, terjadi pada penderita dan akan mencapai titik puncaknya 9-15 hari setelah awitan infeksi tersebut. Setelah 15 hari, silia dan produksi lender akan muncul kembali. Dengan keterlibatan bakteri secara sekunder, maka akan didapatka infiltrasi sel-sel radang luas dan penghancuran lapisan sel basal serta selaput basal; akibat dari kejadian tersebut, maka akan terjadi kelambatan di dalam proses regenerasi epitel bersilia.

Pada anak-anak yang meninggal akibat pneumonia, temuan-temuan yang didapatkan dari paru-paru mencakup adanya infiltrasi sel-sel limfositik pada daerah peribronkial, disertai lender dan debris seluler yang menyumbat bronkiolus kecil, nekrosis epitel bronchial dan infiltrasi limfositik menonjol pada dinding alveolus dan jaringan interstitial paru-paru.

Meskipun patologi utama pada penyakit influenza terletak pada saluran napas, tetapi kadang-kadang, jaringan hati, otak dan jaringan limfatik terlibat pula pada kasus-kasus fatal. Bentuk miokarditis toksik, miokarditis fokal dan difus dapat terjadi pada penderita. Pada otopsi, ternyata edema serebral merupakan temuan yang paling sering didapat pada susunan saraf pusat. Kelenjer limfe trakheobronkial memperlihatkan perubahan-perubahan ekstensif, termasuk nekrosis dan disorganisasi oleh folikel-folikel germinalis.

Patogenesis dan kekebalan. Biasanya masa inkubasi penyakit ini berlangsung selama 2-3 hari. Lazimnya tempat penyebaran virus tersebut adalah saluran napas, tetapi pada keadaan-keadaan luar biasa, tercatat pula viremia, viruria dan isolasi virus dari jaringan di luar paru-paru. Kekebalan memperlihatkan hubungan yang lebih baik dengan antibody sekretorik hidung (IgA) daripada dengan antibody yang beredar, tetapi titer antibody di dalam serum dengan kadar tingi biasanya melindungi.

Setelah infeksi alamiah oleh suatu virus influenza A, maka di dapat perlindungan terhadap infeksi ulang dan penyakit yang disebabkan oleh subtype virus bersangkutan, meskipun terjadi pergeseran antigenic; perlindungan tersebut dapat berlangsung hingga beberapa tahun. Tetapi, pada penderita sering ditemukan infeksi ulang bersifat subkinis; keadaan ini ccenderung untuk menyebarluaskan cakupan antibody dan memungkinkan berlanjutnya perlindungan penyakit.

Jika suatu pergeseran antigenic terjadi dengan virus influenza A, maka antibody influenza A yang sebelumnya telah dimiliki oleh anak tersebut, sekarang tidak lagi bermanfaat bagi dirinya. Lamanya kekebalan yang dimiliki seseorang terhadap infeksi oleh influenza B, lebih sedikit diketahui, tetapi tampaknya memperlihatkan variasi yang cukup banyak. Walaupun berkali-kali memperlihatkan adanya mekanisme kekebalan melalui sel pada penderita dengan infeksi influenza, tetapi peranannya dalam memberikan perlindungan serta penyembuhan dari infeksi virus influenza tidak diketahui.

Manifestasi klinis. Manifestasi-manifestasi yang menonjol, infeksi-infeksi oleh virus influenza bersifat respiratorik., walaupun keluhan sistemik biasanya merupakan bagian yang integral dari gambaran penyakit. Dengan sejumlah perkecualian, maka ciri-ciri pada penyakit yang disebabkan oleh virus-virus influenza A dan B adalah sama. Manifestasi klinis yang disebabkan oleh infeksi virus influenza dibagi dalam 2 kelompok berdasarkan pada usia penderita. Pada anak-anak usia sekolah dan usia pubertas, influenza klasik (serupa dengan penyakit pada orang dewasa) merupakan gambaran yang biasanya didapatkan, manifestasi infeksi, seperti yang didapat pada anak-anak muda usia, memperlihatkan variasi yang lebih banyak.

Awitan penyakit berlangsung tiba-tiba, dengan demam dan berhubungan dengan muka yang kelihatan merah semu, menggigil, sakit kepala, mialgia dan malaise. Suhu tubuh penderita berkisar dari 39-410 C(102-1060 F) disertai dengan hubungan yang terbalik dengan usia; beratnya gejala-gejala sistemis pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan usia. Batuk kering dan konriza juga merupakan manifestasi dini penyakit influenza, tetapi tidak diindahkan oleh penderita, akibat beratnya manifestasi sistemik yang dialami. Sakit tengorokan didapatkan pada lebih dari setengah kasus dan gangguan ini berhubungan dengan faringitis non eksudatif, yang biasanya tidak menarik perhatian. Gejala-gejala okuler meliputi lakrimasi, fotofobia serta rasa terbakar dan nyeri pada pergerakan bola mata.

Laporan terjadinya diare pada penderita penyakit influenza memperlihatkan perbedaan yang menonjol. Pengkajian yang ekstensif selama berlangsungnya cetusan-cetusan influenza Asia, tahun 1957, memperlihatkan bahwa diare jarang ditemukan pada penderita. Sedangkan pengamatan-pengamatan yang dilakukan akhir-akhir ini ketika berlangsungnya cetusan-cetusan penyakit influenza B dan influenza A (H1N1) mencatat adanya serangan-serangan diare pada sepertiga dari semua anak-anak dan adolesen yang terkena penyakit.

Pada penyakit influenza tanpa komplikasi penyulit, demam yang dialami biasanya akan bertahan selama 2-3 hari, tetapi dapat juga berlangsung selama 5 hari. Dapat terjadi pola suhu tubuh bifasik, meskipun tidak terdapat tanda-tanda komplikasi oleh infeksi sekunder bakteri. Pada hari ke 2-4 perjalanan penyakit, gejala-gejala pernapasan semakin menonjol, sementara keluhan sistemik mulai mereda. Batuk kering, pendek-pendek, terputus-putus dan biasanya berlangsung selama 4-7 hari. Kadang-kadang batuk berkaitan dengan derajat malaise umum pada penderita, yang terus bertahan selama 1-2 minggu, setelah gejala-gejala dan tanda-tanda lain penyakit mereda. Penyakit yang disebabkan virus influenza B cenderung berhubungan dengan keluhan yang lebih menonjol dari hidung dan mata dengan temuan-temuan sistemik yang kurang menyolok, seperti pusing, kelemahan badan, jika dibandingkan dengan infeksi virus influenza A.

Pada influenza klasik, tanpa komplikasi, jumlah lekosit biasanya normal, tetapi lekopenia (sebesar ,4500 sel/mm3­) dapat terjadi pada kurang lebih 25% dari semua kasus. Hitung jenis sel tidak mempunyai nilai diagnostic pada penyakit ini. Kurang lebih sebanyak 10% anak-anak berusia lebih tua dan adolesen memperlihatkan tanda-tanda klinis dan bukti roentgenografik dan keterlibatan paru-paru.

Pada anak-anak yang lebih muda manifestasi infeksi oleh virus influenza sering mirip dengan manifestasi yang ditimbulkan oleh virus-virus pernapasan lainnya (parainfluenza, sissisial respiratorik, rinovirus dan adenovirus). Laringotrakeitis yang timbul akibat influenza A, seringkali bersifat parah dan berkaitan dengan adanya suatu eksudat kental dan kenyal di dalam trakea, suatu persentase yang lebih besar dari anak-abak dengan batuk rejan, akibat virus influenza A akan memerlukan suatu trakeostomi, dibandingkan dengan penyakit yang sama oleh infeksi virus lain.

Penyakit pada anak-anak berusia lebih muda ditandai dengan demam, gambaran toksisitas sedang dan gambaran hidung yang jernih. Pada penderita ini sering ditemukan kejang-kejang, akibat panas badan yang dialami dan pada sejumlah anak-anak menderita muntah-muntah. Diare ringan ditemukan pada kurang lebih 15% dari semua kasus; otitis media tercatat pada hamper seperempat dari seluruh penderita dan ruam-ruam kulit eritematosa, makuler atau makulopapuler sering terjadi secara menyebar.

Pada neonates yang menderita infeksi virus influenza, pemunculan demam secara tiba-tiba, memberikan petunjuk kemungkinan adanya sepsis oleh bakteri. Tetapi, sekresi dari hidung dan gejala-gejala saluran napas lainnya muncul secara dini, sehingga dengan mudah dapat diduga etiologi virus.

Miositis akut, terutama melibatkan otot-otot gastrocnemius dan soleus, tercatat timbul berkaitan dengan infeksi virus influenza B pada anak-anak. Miositis tersebut telah muncul seminggu setelah awitan munculnya gejala-gejala pernapasan; biasanya terjadi setelah para penderita mengalami periode singkat kemajuan dan perbaikan klinis. Dalam hubungannya dengan infeksi virus influenza A, dapat pula dicatat timbulnya parotitis akut.

Penyakit yang timbul akibat infeksi virus influenza C, kadang-kadang dapat diamati terjadi pada anak-anak. Pada mereka dapat dijumpai adanya penyakit-penyakit yang mirip salesma dan influenza yang khas.

Diagnosis dan diagnosis banding. Diagnosis etiologi infeksi saluran napas oleh virus influenza secara sporadic sering sukar ditegakkan, tetapi selama berlangsungnya serangan epidemic, hal tersebut seharusnya tidak akan mengalami kesulitan. Pokok permasalahan utama yang harus dikembangkan dalam upaya untuk memisahkan penyakit epidemic influenza dari penyakit saluran napas epidemic oleh virus lain adalah kenyataan bahwa semua kelompok umur, secara klinis, akan terkena serangan sakit panas, pada awal cetusan influenza tersebut. Sedangkan pada penyakit-penyakit yang mempunyai etiologi lain, seperti virus sinsisium respiratorik dan virus parainfluenza, maka penyakit yang timbul pada orang dewasa hanya bersifat sporadic dan umumnya gejala-gejala yang timbul tanpa disertai demam.

Pada laboratorium-laboratorium dengan perlengkapan memadai, kepastian adanya infeksi virus influenza secara virologis dapat dilakukan dengan mudah dan relatif cepat. Metode baku yang digunakan untuk mengisolasi virus influenza adalah dengan melakukan inokulasi pada biakan-biakan telur yang diembrionisasikan serta jaringan ginjal kera, yang sering memberikan hasilnya dalam waktu 72 jam. Penggunaan langsung prosedur antibody fluoresensi pada bahan sekresi berasal dari saluran napas dapat memberikan diagnosis dalam waktu 24 jam. Diagnosis re-trospetif dapat pula ditegakkan melalui pengkajian bahan contoh serum berpasngan, melalui teknik fikssi komplemen atau inhibisi hemaglutinasi.

Komplikasi. Pada infeksi virus influenza seringkali terjadi bermacam komplikasi-komplikasi tersebut, pada dasarnya adalah variasi infeksi virus primer serta dipandang sebagai manifestasi klinis (miositis, parotitis, batuk rejan berat dan lain sebagainya). Yang paling penting jika dilihat dari sudut pengobatan adalah masalah infeksi sekunder atau infeksi bakteri. Otitis media, sinusitis purulen dan pneumonia sering ditemukan pada penderita. Komplikasi-komplikasi ini sering memperlihatkan variasi yang besar, baik dalam angka prevalensi, maupun bakteri spesifik yang terlibat dari satu epidemi ke epidemi lainnya. Agen etiologi yang lazim ditemukan pada sejumlah super infeksi adalah Streptococcus pneumonia, Hemophilus influenza, Streptococcus pyoegnes dan Staphylococcus aureus.

Komplikasi langsung berhubungan dengan infeksi primer virus mencakup pneumonia hemoragik, ensefalitis dan sindrom-sindron neurologis lain, miokarditis, sindrom kematian bayi mendadak dan hemoglobinuria. Sindron Reye (ensefalopati akut dan degenerasi lemak pada hati) paling sering timbul berkaitan dengan epidemi infeksi virus influenza B, tetapi akhir-akhir ini banyak kasus terjadi setelah mengalami infeksi oleh virus influenza A (H1N1). Patogenesisnya tidak diketahui.

Pencegahan. Pemberian imunisasi dengan menggunakan vaksin virus influenza mutakhir yang telah dilemahkan, ternyata aman dan memberikan hasil yang efektif. Tetapi, imunisasi yang diberikan kepada anak-anak normal atau orang dewasa tidak dianjurkan, tetapi hanya dicadangkan untuk individu yang menghadapi risiko besar untuk mendapatkan komplikasi. Individu-individu tersebut meliputi orang-orang yang lanjut usia dan anak-nak dengan gangguan kardiovaskuler, misalnya penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan atau penyakit jantung hipetensi; penderita bronkopulmpner kronis, seperti tuberculosis, fibrosiskistik, asma dan bronkiektasi; penderita penyakit-penyakit metabolik kronis, seperti diabetes mellitus dan yang mengalami gangguan-gangguan neurologis kronis, terutama gangguan yngn berhubungan dengan kelemahan atau kelumpuhan otot-otot pernapasan. Karena mortalitas dan morbiditas influenza pada anak-anak dan masa kanak-kanak mempunyai arti cukup penting dan merupakan penyumbang besar bagi penyebaran virus dalam masyarakat, mungkin sudah saatnya untuk mempertimbangkan kembali pendekatan imunisasi. Tetapi, hanya terdapat sedikit data mengenai sifat influenza berikutnya yang didapatkan secara alamiah di kalangan anak-anak, dimana pemaparan antigenic primer terjadi terhadap vaksin virus yang telah dilemahkan. Mungkin pendekatan dengan pengharapan lebih baik dalam pencegahan influenza adalah pengembangan dan pemakaian vaksin hidup, yang dapat diberikan melaui saluran napas; beberapa kandidat vaksin hidup telah digunakan dengan hasil baik pada orang dewasa dan sejumlah uji coba terbats pada anak-anak memberikan harapan yang menggembirakan. Pengkajian jangka panjang yang menilai bahaya serta manfaat yang dapat diperleh dari program imunisasi komprehensif, yang menyangkut semua penduduk masih diperlukan.

Agen anti virus sintetis, amantadin hidrokhlorida bekerja secara profilaktis, jika diberikan sebelum terpapar pada virus influenza A. Walaupun obat ini telah tersedia bagi anak-anak, tetapi hanya terdapat sedikit data yang menunjang efektivitas dan keamanan pemakaiannya pada anak-anak. Dosis yang diberikan pada anak-anak berusia mulai dari 1-9 tahun sebesar 4 mg/kg/24 jam, dengan dosis harian maksimal 150 mg. Untuk penderita berusia lebih dari 9 tahun, dosisnya adalah 200 mg/24 jam.

Pengobatan. Amantadin hidrokhlorida, secara spesifik, bersifat aktif terhadap virus influenza A serta berhasil memperlihatkan manfaat terapeutik pada orangn dewasa, jika diberikan secara dini pada perjalanan penyakit tersebut. Dosis yang harus diberikan sama besarnya seperti dosis untuk pencegahan.

Karena morbiditas oleh penyakit influenza kerapkali timbul akibat dari permasalahan jantung-saluran napas, maka cukup bijaksana untuk menganjurkan penderita beristirahat, kecuali pada kasus-kasus yang ringan. Karena gangguan- gangguan paru yangn disebabkan infeksi dapat bertahan untuk jangka waktu lama daripada demam dan gejala-gejala lain, maka merupakan tindakan bijaksana untuk membatasi kegiatan mereka selama masa penyembuhan.

Pemasukan cairan yang adekuat harus terjamin; obat antipiretik diindikasikan jika terjadi kenaikan suhu yang berlebihan. Tetapi, kepada orang tua harus diberikan nasehat agar berhati-hati memberikan aspirin pada anak-anak yang menderita influenza, karena kajian statistic memberikan petunjuk mungkin terdapat hubungan di antara obat salisilat dengan sindrom Reye. Selama masa penyembuhan, pemakaian kodein, pada waktu tidur, adalah tindakan bijaksana untuk mengatasi batuk. Walaupun superinfeksi oleh bacteria sering ditemukan, tetapi pemakaian antibiotika sebagai upaya pencegahan tidak dianjurkan; namun pemberian pengobatan antibiotic kuat diindikasikan, setelah terdapat tanda pertama terjadinya infeksi bakteri, berdasarkan hasil biakan yang sesuai.

Prognosis. Infeksi-infeksi virus influenza sering ditemukan dan umumnya penyakit ini memberikan prognosis yang baik. Harus berhati-hati dalam memberikan prognosis pada anak-anak dengan masalah-masalah dasar, yang menempatkannya ke dalam kategori memiliki risiko besar. Anoksia yang berhubungan dengan laringotrakeitis atau pneumonia berat dapat mengakibatkan kerusakan jaringan otak. Komplikasi neurologis sering ditemukan, tetapi tidak harus berhubungan dengan suatu prognosis yang buruk.


Di Posting dari bahan kuliah Desi.....

Tidak ada komentar:

Memory Traveling to Jakarta

Memory Traveling to Jakarta
Dede Hakim diantara rekan2 saat kunjungan ke DPD RI, ketemu dengan Pak Irman Gusman & Pak Muhtar Naim. "walau aku n'deso, tapi udah juga ya sampe ke sono"..

Memory Liburan Kemaren bareng Genk SMA dulu

Memory Liburan Kemaren bareng Genk SMA dulu
Ayo tujuk apa tu...?? (Doni, Heru,Jajang,Adhit dan si ganteng Dede Hakim)